Kisah Penyamaran Densus 88


Kisah Penyamaran Densus 88 

Bos DAMRI dan Lampu Mati... NONTON TKP: Masyarakat menonton kegiatan olah TKP dari luar rumah kontrakan yang dihuni kelompok Noordin M Top di Dusun Binangun, Desa Wringinanom, Kertek, Wonosobo, Minggu (30/4). (30n) - SM/Sudarman. BANYAK orang tak menyangka, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri akan datang ke Dukuh Binangun, Kelurahan Wringinanom, Kecamatan Kertek, Wonosobo untuk menggerebek sarang teroris. Setelah drama penyerbuan itu berakhir, warga baru bisa menghubungkan beberapa peristiwa janggal yang terjadi selama hampir dua pekan menjelang penggerebekan. 

 Entah benar entah tidak, namun kejanggalan-kejanggalan tersebut amat mungkin merupakan bagian dari skenario polisi untuk memuluskan operasi. Kejanggalan itu antara lain terlihat ketika ada orang yang tiba-tiba mengaku-ngaku sebagai bos DAMRI datang dan memberi perintah tak lazim kepada pegawai di pangkalan bus tersebut. Pangkalan itu terletak persis di sebelah timur rumah kontrakan yang dihuni anak buah Noordin M Top. Sugiyono, penjaga pangkalan itu mengisahkan, Jumat malam (28/4) ia didatangi empat pegawai DAMRI dari Jakarta yang tidak dikenalnya. Mereka memakai seragam DAMRI seperti yang dia kenakan. 

 Tak satu pun menyebutkan nama. Salah seorang yang berbadan tegap mengaku sebagai atasannya. Sugiyono percaya karena gerak-gerik dan gaya bicara mereka amat meyakinkan. ''Pegawai DAMRI pusat itu mengaku bos saya dan akan menginap untuk mengecek administrasi dan kondisi armada,'' tuturnya. Sugiyono mengaku sepanjang malam ngobrol dengan sang ''bos''. Dia tidak menaruh syak wasangka. Bahkan ketika lelaki itu bertanya apakah kenal penghuni rumah sebelah, Sugiyono masih belum curiga. Ia tak menduga bahwa pria tersebut adalah polisi yang menyamar. Barulah pada pagi harinya, sekitar pukul 04.30, Sugiyono mencium kejanggalan. Pasalnya, atasan dadakan itu menyuruh dia pergi tanpa alasan yang jelas. Meski demikian, Sugiyono tetap menuruti perintah itu. Sugiyono baru tahu ada penggerebekan saat kembali ke pangkalan bus sekitar pukul 10.00. Ia terkejut melihat sekeliling tempat kerjanya dipasangi garis polisi dan banyak petugas hilir mudik. Tak sedikit yang bersenjata lengkap. Setelah bertanya sana-sini dan merunutkan kejadian pada malam sebelumnya, ia pun mulai paham apa yang terjadi. Sugiyono menyimpulkan, sang bos adalah anggota Densus 88 yang sedang menyamar. Apalagi setelah penggerebekan itu usai, pria yang mengaku bos tersebut tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. 

 Pemulung dan Pemancing Kejanggalan lain adalah munculnya sejumlah pemulung yang tiap hari mondar-mandir di jalan depan rumah kontrakan tersangka. Lalu, tampak pula beberapa pemancing yang mengail ikan di selokan seberang jalan. Padahal, selokan yang lebarnya tak sampai satu meter itu hanya dihuni ikan-ikan kecil yang tak lebih besar dari pensil. Supriyono, yang tinggal dan membuka warung makan di seberang rumah para teroris itu mengatakan kerap menemui wajah baru yang datang ke warungnya, sepekan sebelum penggerebekan. ''Saya juga sering melihat pemulung yang mondar-mandir di depan rumah itu. Padahal sebelumnya jarang sekali ada pemulung lewat,'' tambahnya. Satu lagi keanehan yang kini baru disadari warga adalah soal lampu penerangan jalan yang padam. Janggal, karena lampu yang mati itu hanya lima titik di sepanjang jalan depan kontrakan para teroris. Sementara itu, lampu-lampu lainnya di sepanjang Jl Wonosobo-Kertek KM 4 itu menyala terang. Salah seorang warga, Budi Sumarno (40) menceritakan, lampu-lampu tersebut mati sepuluh hari sebelum penggerebekan. ''Semula saya anggap itu hanya kejadian biasa. Mungkin lampu padam karena rusak. Apalagi sehari sebelumnya ada petugas PLN yang membetulkan lampu-lampu,'' ujar Budi yang rumahnya berjarak sekitar 20 meter arah barat tempat tinggal tersangka. Dia kini menduga-duga, pemadaman itu adalah bagian dari drama penggerebekan oleh polisi. 

Sebab, setelah penyerbuan, lampu kembali menyala pada malam harinya. Bapak dua anak tersebut menyatakan baru tahu di dekat rumahnya ada markas teroris, setelah beberapa polisi mendatangi rumahnya pada Sabtu (29/4) sekitar pukul 05.00. ''Saya terkejut karena tidak biasanya ada polisi datang. Mereka meminta keluarga saya diam dulu di rumah. Kalau keadaan sudah aman, barulah kami boleh keluar,'' tuturnya. Dengan panik, dia bersama istri dan dua anaknya masuk kamar setelah mendengar suara tembakan dan ledakan bertubi-tubi. Saat itu dia hanya bisa berdoa semoga keluarganya selamat dan ledakan tidak sampai memorak-porandakan rumah mereka. ''Sampai sekarang saya masih trauma karena baru kali ini mendengar tembakan seperti ada perang di dekat rumah saya,'' ujarnya.

Kisah Penyamaran Densus 88 Video :